- Back to Home »
- coretan pena »
- Semua Penuh Penjelasan
Posted by : R-da Adhitya
Kamis, 11 Oktober 2012
Semua Penuh Penjelasan
“Hey, ayo bangun
Resya! Bukankah kita harus bekerja pagi ini? Cepatlah!” teriak Albar
membangunkan Resya yang masih terlelap. Tak lama, Resya pun
mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia melihat sosok yang berkulit putih, namun
tampak pucat dan akan selalu pucat dengan rambut ikal dan mulai bergerak
berkacak pinggang. “Cepet bangun!” Albar terus mendesak dan menarik tubuh Resya
supaya cepat bangkit. “Hemh,” Resya menggeliat “ lah kok kamu bisa masuk ke
kamarku?”. “Ibumu tadi dah ngizinin kok neng,” tukas Albar “dah sana cepet
mandi, ku tunggu di depan”.
Albar yang
sedari tadi gelisah menunggu akhirnya tersenyum juga melihat karibnya datang.
Dengan rona wajah merah di pipi dengan sedikit make-up tipis di sana-sini
memoles wajahnya tampak serasi dengan mata sendu dan hidung yang mungil.
“Tatanan rambutmu bagus,” puji Albar sedikit meledek. “Ah masak! Yuk cepet
berangkat!” jawab Resya dengan jutek, kemudian mereka berjalan beriringan
menuju tempat kerja dari halaman rumah Resya yang asri dan asli desa itu.
Kini, waktu
telah menunjukkan pukul 10.00, sinar matahari sehat pun telah berubah
menunjukkan keganasan panas sinarnya terhadap bumi. Sementara itu, di dalam
gedung yang berinterior sederhana dan tak ada dekor di bagian ruang manapun
menunjukkan kelengangannya, meskipun disana-sini tertumpuk berbagai macam
barang hasil produksinya. Albar dan Resya merupakan karyawan di perusahaan ini,
keduanya menjadi operator kelas bawah di bagian Quality Control. Maklumlah, mereka hanya lulusan Sekolah Menengah
Atas dan tak dapat melanjutkan karena biaya kuliah yang mahal dan ditambah
pengesahan UU BHP yang semakin menambah mahal biaya kuliah.
“Nanti pulang
jam berapa Bar?” Tanya Resya memecah kesunyian suasana kerja mereka. “Gak tau
tuh Res, jam 4 kali,”. “Apa! Harusnya kan kita cuma sampe jam 3! Diitung lembur
1 jam apa! Males banget, nasib jongos orang gede ya gini inih,” sergah Resya
mendengar Albar menjawab. “Ngomong-ngomong entar pulang kita ke tempat biasa
ya,” ajak Resya. Sementara Albar menjawab hanya dengan anggukan dan senyuman
saja.
Semua hal selalu
berjalan dan tak akan berhenti untuk kedinamisannya, begitu pula kehidupan yang
selalu menampakkan keteraturannya. Tuhan selalu menciptakan semua hal berpasangan
layaknya pagi dengan malam. Dan kini semburat merah mulai menghias langit.
Menunjukkan sang senja yang merajai kemudian perlahan berarak meninggalkan
langit hingga berganti menjadi senja yang gelap. Di kanan kiri, lampu mulai
berkedip menyala member warna jingga dan putih pada malam dan menambah
semaraknya malam.
Kedua sahabat
itu kini duduk setelah sebelumnya mereka beribadah. Tak satupun dari mereka
berbicara, semua sibuk dengan pikiran masing-masing. Sesungguhnya dalam hati,
mereka memiliki pengharapan dan angan masing-masing. Di tempat mereka duduk
sekarang, mereka dapat melihat daerah mereka tinggal lamat-lamat. Tak jauh
memang, tapi cukup membuat pegal bila ditempuh dengan berjalan kaki. Albar dan
Resya merenung memandang langit kebetulan langitnya cerah dengan bulan purnama
sebagai daya tariknya dan sedikit bintang bertebaran dengan cahaya yang
mengintip mencoba mengalahkan bulan.
“Sekarang apa
maksudmu mengajakku kemari Res?” Albar mencoba sedikit menyembuyikan rasa
enggan dan lelahnya tubuh, mencoba menghargai sahabat karibnya ini. “Bukankah
kita selalu suka disini Bar? Coba lihat! Aku sengaja mencarikanmu waktu untuk
kita kemari dan memandang mereka. Biar kutanya, sekarang bulan November dan kau
tahu, ada yang spesial disana!” Jelas Resya mencoba menarik perhatian
sahabatnya itu.
“Entahlah Res,
aku lelah sekali,”
“Baiklah,” Resya
sedikit kecewa, “sekarang coba kamu rebahan deh, merem sebentar. Terus tarik
nafas pelan dan hembuskan”. Albar pun menurut melakukannya. Kemudian secar
tiba-tiba semua hal yang lalu berkelebat begitu saja dalam pikirannya,
menelisik dan memberi rasa tenang dalam hati. Ia pun membuka mata. Angin
semilir pun dirasanya menerpa tubuh dan membelai mesra dengan menularkan
sedikit rasa dingin hingga meremangkan bulu roma membuat suasana hening
sejenak.
Albar masih
mencoba untuk mendengarkan dan terjaga dalam kelelahannya untuk menemani dan
menghibur sahabat karib di sisinya yang sedang asyik berbicara.
Terkantuk-kantuk tetapi ia masih bias mendengar perkataannya dengan jelas
membicarakan tentang bulan. Hingga akhirnya sampailah pada puncak ketahanannya,
seluruhnya menjadi gelap.
Paruh ayam
jantan pun terbuka, kokok pun menyela diantara hawa dingin yang menyelimuti
tubuh. “Pagi, gimana keadaannya? Sehat kan? Ayo bangun dong, kan aku dating,
hehe. Maaf ya kemaren malem” ucap Resya dengan wajah manis di depan wajah
Albar. “Hemh, ini memang dimana? Kemaren aku kenapa?” Albar pun berusaha
memperhatikan sekelilingnya, namun belum bisa karena matanya belum bisa
terfokus melihat sesuatu. “ya di kamarmu lah, kemaren tuh kamu pingsan, kupikir
kamu kecapekan, jadi aku bawa pulang, untung aja ada ojek yang deket situ. Kamu
gak apa-apa kan?” selidik Resya. “Gak apa-apa kok, kecapekan aja mungkin,”
Albar berujar sembari menghela nafas panjang karena ia telah membohongi Resya
lagi. “Oh iya, entar kamu gak usah berangkat kerja dulu, biar aku ijinin ya”.
“Makasih Res” Albar masih sedikit pusing, dengan tatapan nanar ia memandang
kepergian Resya keluar, kemudian ia jatuh pingsan di ranjangnya.
- - - - - - - - -
- - - - - - - - - - - - - - - - - -- - -
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Istirahat, jam 12
siang, Resya membuka ponselnya dan tertera tulisan 1 pesan diterima pada layar
ponselnya. Kemudian, ia membacanya,
Resya makasih ya, udah nolong aku kemaren,
hemh… mulai saat ini, aku berhenti kerja dari pabrik ya, aku berniat mencari
yang lebih baik lagi. Oh iya, tadi aku juga sempet berobat. Semangat kerja ya,
sampai ketemu di rumah J.
Pengirim: Albar Jelek (+6285868489889) 10:13:57
Resya pun tak
habis piker dengan jalan pikiran Albar, ia terlalu kalut untuk bekerja saat
itu, dalam hatinya, ia harus menemui sahabatnya itu untuk meminta kejelasannya.
Suasana sore yang indah bersama
keluarga memang sangatlah membahagiakan . Albar dan ibunya sedang duduk lesehan
di teras rumah membincangkan hal yang sedikit serius namun kadang pula
diselingi canda dan tawa, hingga kemudian tiba-tiba Resya datang dengan sedikit
bersungut. Ibu Albar yang renta pun sudah mengerti keakraban anaknya dengan
Resya yang kemudian segera menyingkir untuk masuk kedalam rumah.
“Apa-apaan sih kamu?” bentak
Resya.
“Kenapa?” Jawab Albar heran.
“SMS-mu itu! Bukannya kamu dah
janji sama aku buat kita selalu bareng, meraih sukses bareng-bareng!”
“Tapi Res, aku sangat ingin
membahagiakan ibuku, aku ingin lebih dari ini, aku ingin sukses!”
“Tapi kamu udah janji! Titik!”
“Ya udah, sekarang aku ngajak
kamu buat bareng aku, tapi itu berarti harus meninggalkan orang tua” kilah
Albar tenang.
“Emang kamu mau kerja apa?”
Resya sedikit melunak.
“Begini, tadi aku udah ngobrol
sama ibu, kalo aku boleh pergi ngerantau ke kota, tapi sejujurnya aku belum
punya pandangan apapun di kota, yang penting aku ingin kerja dan meraih sukses,
meski harus kerja sangat keras, aku capek, masak orang tuaku miskin, aku
miskin, lantas anakku nanti juga miskin? Aku gak mau! Aku ingin membahagiakan
ibuku dan anak-anakku kelak, dan itu termasuk kamu”.
“Apa! Gak bisa! Lantas kalo kamu
gagal gimana? Itu terlalu beresiko! Gak ada pandangan gak ada modal. Pokoknya,
kamu harus tetep disini!”
Albar pun gusar, lalu demi
kebaikan semuanya, ia terpaksa “ibuku aja udah ngijinin kok kamu enggak” Albar
sangat gusar, dalam hati runtuhlah ketegarannya, meneballah rasa sayangnya
terhadap sahabat yang sangat dikasihinya ini. Tapi mau apa lagi.
“Terserah!” Resya pun menangis
dan berbalik pergi menuju ke rumahnya. Albar menduga ia telah membuat orang
yang amat dikasihinya selain ibunya menangis.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
- - - - - - - - - - - - - - - - -
Bulan, tahun, telah
berlalu. Telah banyak yang terjadi dan terlewati, semakin tuanya umur, dan meninggalnya jiwa yang hidup, termasuk ibunda
Albar. Semenjak itu, Albar tak pernah pulang kembali ke daerahnya. Terakhir ia
pulang bertahun-tahun lalu, ia sudah mulai membuat kemajuan ekonominya, namun
ia tetap saja pucat dan tak ada perubahan dalam pada penampilan tubuhnya. Dan
sayangnya, ia pun tak bertemu Resya.
Kerasnya hati mereka berdua
tak tertandingi oleh waktu sekalipun. Semula yang satu telah terpisah, mencari
jalannya masing-masing. Antara kehampaan dan kepenatan tak ada yang benar-benar
dirasa saat mereka tak lagi bersama. Semua karena hancur dan luluhnya perasaan
mereka. Dalam lubuk hati keduanya, mereka menyimpan rasa sayang dan rasa ingin
saling melindungi yang tak kan tergores oleh waktu sekalipun.
Beberapa waktu lalu di
kota besar, mulanya Albar tak tau apa-apa, ia hidup penuh perjuangan. Mulanya,
ia bekerja apapun untuk menghisupi dirinya sendiri, kemudian ia mencoba
menabung dan hidup prihatin. Hingga suatu saat ia bertemu seorang businessman yang mengajarinya forex;
yaitu bagaimana memanfaatkan fluktuasi nilai kurs mata uang dunia kedalam
rupiah. Ia pun memberanikan diri, selama beberapa bulan ia berkutat dengan
forex dan Bank, hingga akhirnya 2 tahun ia memiliki modal yang cukup untuk
investasi saham. Albar selalu ulet dan bekerja keras. Ia selalu beranggapan
bahwa suatu saat nanti ia dapat bertemu dan membahagiakan Resya; satu-satunya
yang tersisa dalam hidupnya. Kini, ia telah memiliki banyak investasi saham dan
badan usaha yang bergerak dalam bidang niaga. Tetapi, jauh di hati kecilnya ia
merasa ada yang kurang, yaitu teman untuk berbagi. Kebahagiaannya selalu tak
sempurna.
Di lain sisi, akibat
sistem outsourcing, beberapa tahun lalu Resya diberhentikan kerja karena habis
kontraknya. Kini setelah sekian lama, ia hanya menjadi pedagang es cendol di
depan sekolah dasar bekas ia dan Albar bersekolah. Sering ketika ia berjualan,
ia melihat bayangan dirinya dan Albar berjalan pulang bersama, tetapi tentu itu
hanya khayalan semata.
Sesungguhnya, keduanya
saling merindu, namun tak ada yang berani untuk menghubungi satu sama lain.
Sehingga semuanya hanya berlarut larut. Hingga suatu saat, penyakit yang telah
lama Albar sembunyikan semakin parah. Mungkin, Albar merasa sudah dekat
waktunya untuknya meninggalkan Resya dan dunia yang penuh kerja keras ini. Dia
hampir setiap waktu menemui orang kepercayaannya, hingga suatu hari Albar pun
meninggal dan disemayamkan di TPU di kota besar.
-
- - - - - - - - - - - - - - - -- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
- - - - - - - - - - - - - - - -- - - - -
- -
Sementara di daerah
tempat tinggal Resya, datanglah seorang berpakaian rapi berdasi, memakai
tuxedo, dan mengendarai mobil yang mewah. Dia adalah orang kepercayaan Albar
yang mengurusi tentang harta Albar yang sedang mencari Resya. Kemudian ia
datang menemui Resya.
“Selamat siang, betul
ini dengan Resyavina Pisisan?” Tanya orang tersebut.
“Ya siang, Pak. Betul
saya Resya. Ada apa ya?” Resya terheran-heran.
“Begini, saya adalah
Burhannudin Handoko, saya adalah orang kepercayaan Bapak Albar yang ditugaskan
untuk menemui Anda”
“Albar? Mana dia? Saya
rindu dengannya pak”
“Tetapi, sungguh sayang
dan terlambat, karena Bapak Albar telah meninggal dunia 1 minggu yang lalu”
Sungguh hancur seketika
hati Resya, jatuh luluh air matanya, meski raut wajah menampakkan ketegaran dan
kekakuannya. Air mata yang menetes mengikuti alur kehidupan, alur kerutan dari
pipi Resya, air mata yang jatuh tetap tak akan dapat menggantikan hal
terpenting yang telah menghilang. Air mata Resya takmampu menampung seluruh
kesedihan Resya. Lutut pun jatuh menyentuh tanah gembur di bawahnya. Seluruh
angan, amarah, kenangan, omongan, wajah, dan kelakuan Albar terlintas tepat di
depan wajahnya. Senyum bercampur dengan tangis membentuk sesal yang tiada
banding. “Tapi, aku sahabatnya, aku masih hidup, kenapa kamu mati Bar! Aku tak
tau, Aku selalu merindukanmu, betapa sakit hatiku, kau telah meninggalkanku dan
member harapan untukmu pulang kembali. Dan kini, kau pergi lebih jauh dan tak
memberi harapan untukmu bisa kembali! Aku sayang kamu Bar!” Resya terisak dalam
tangis dan gumamnya.
“Begini, Bu Resya saya
juga mengetahui kesedihan Anda, karena beliau memang sosok yang menyenangkan”
ucap orang tadi “saya kemari karena ada hal penting yang harus saya berikan
kepada Anda”. Kemudian ia memberikan secarik amplop, dimana isinya adalah
secarik sobekan kertas agenda milik Albar bertuliskan:
Masih ingatkah kamu ketika kamu membawaku melihat bulan purnama saat
itu? Ingatkah kamu apa yang kau tanyakan kepadaku tentang langit itu? Ingatkah
kamu tentang apa yang kamu bicarakan saat itu? Ingatkah percakapan terakhir
yang kita lalui? Dan taukah kamu tentang kepucatanku?
Saat itu, aku tau maksudmu adalah rasi Taurus, dimana disana ada aku,
Albar, bintang paling terang disana; Al-debaran. Maka, jika kau rindu aku,
pandangilah ia ketika ia muncul. Aku tau semua yang kamu bicarakan ketika aku berjuang
menahan lelahku, bahwa bulan masih tetap indah walau hanya menampakkan setengah
wajahnya, tapi menurutku akan jauh lebih indah bila kita bisa mengetahui wajah
yang tersembunyi di baliknya.
Aku ini punya penyakit anemia akut, dan di akhir hayatku kadar
hemoglobin dalam darahku benar-benar rendah, sehingga terkadang aku sesak nafas
dan sulit berkonsentrasi, yah aku tak memberi tahumu, hanya karena aku tak
ingin buat kamu bersedih. hehe
Taukah kau Resya, bahwa aku bertekad membahagiakan ibu, anak-anakku
kelak, dan kamu, itu karena aku mencintai mereka dan terutama kamu, aku baru
sadar kalau aku ingin menjadi suamimu. Tetapi aku kira hal itu tidak
tersampaikan, maka aku harap kamu bisa menolongku. Aku telah sempat
membahagiakan ibuku. Dan aku ingin membahagiakan kamu dan anak-anak, maka
tolong jaga hartaku dan amanahku, tolong kau bahagiakan anak-anak yang tidak
memiliki orang tua. Nah, maaf yaa buat segala kesalahanku. Maaf juga, surat ini
malah ngerepotin kamu doang. Hehe J . selamat berpisah
moga berhasil. Semangat! (buat selanjutnya, biar diurus sama orang yang ngasih
surat ini yaa, dia baik lho!)
Albar Tauridian
Seketika itu, air
matanya bercucuran dan membasahi kertas surat Albar. Dan dalam hatinya kini
terpatri cinta Albar untuknya dan keinginan Albar. Kemudian Resya pun berjalan
mengikuti orang tadi kedalam mobil.
TAMAT
Oleh: Erda Adhitya Budhi